Jogja selalu menjadi tempat yang begitu tua dalam benakku, sekalipun dalam benakku sekalipun tak pernah kota yang pernah menjadi ibukota negara itu setua kota-kota dimana papi dan mamiki dibesarkan. Ada sesuatu yang membuatnya unik, dan udaranya terasa berbeda ketimbang kota-kota lainnya; udaranya begitu pekat dan begitu panas, sekalipun tak sepanas Surabaya; dan kenangan yang aku miliki di dalamnya, yang tak akan tergantikan oleh apapun, bahkan oleh kenangan lainnya.
Di kota inilah aku pertama bekerja di luar kotaku sendiri, bahkan sebelum aku lulus kuliah.
Di kota inilah aku merasakan menjadi mandiri untuk pertama kalinya (dan pada awalnya, tentu saja semuanya terasa seperti mimpi buruk, namun mau bagaimana lagi....satu-dua hari kemudian segalanya terlihat lebih baik, dan jujur aku sungguh merasa sedih saat berpisah dengan Naoto di bandara, aku bahkan merasa sedih saat meninggalkan hotel bagus itu, yang lama-kelamaan terasa seperti rumah, suaka, sanctuary.
Bodoh bgt deh.
dan minggu lalu, aku mengunjungi kota itu lagi.
Perasaan yang aneh menyusupiku.
Aku tahu bahwa itu bukan kota yang sama.
Biar bagaimanapun.....
Thanks, P. You've made the city more livable. I am so certain that I will do nothing but ranting if you're not around.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment